1. Budaya
Meski mungkin belum sama terkenalnya dengan Bali-nya Indonesia, kekayaan seni budaya Banyuwangi
yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa sudah sangat banyak
menjadi pembicaraan baik oleh pengunjung lokal dan mancanegara. Dari
macam-macam seni budaya Banyuwangi, umumnya yang populer adalah beragam
tarian tradisionalnya. Namun hal ini tidak lantas berarti kekayaan seni
budaya Banyuwangi lainnya tidak mendapat perhatian.
Kekayaan Seni Budaya Banyuwangi #1: Tari Barong
Di antara banyak tarian khas Banyuwangi,
Tari Barong merupakan salah satu bukti kekayaan seni budaya Banyuwangi
yang paling terkenal. Kata “barong” memiliki banyak makna. Barong dapat
diartikan beruang dalam Bahasa Sansekerta, dapat juga diartikan sebagai
umbi-umbian yang tumbuh di dekat tanaman bamboo, atau sebuah pertunjukan
meniru hewan liar. Tokoh utama Tari Barong mengenakan kepala raksasa
dengan mata melotot dan gading mencuat dari mulutnya.
Kekayaan seni budaya Banyuwangi,
koreografi Tari Barong banyak mengambil inspirasi dari dongeng setempat.
Salah satu dongeng yang paling terkenal adalah yang mengisahkan
perjuangan rakyat dalam membuka lahan baru di hutan dan harus menghadapi
roh jahat yang bersemayam di hutan tersebut. Pesan moral yang ingin
disampaikan adalah agar manusia tidak lupa menjaga hutannya. Kekayaan
seni budaya Banyuwangi terlihat dari banyaknya penampil Tari Barong dari
berbagai daerah berbeda di Banyuwangi.
Selain Tari Barong, masih banyak lagi kekayaan sseni budaya yang ada di Banyuwangi, seperti Tari Gandrung, Mocoan Pacul Goang, Petik Laut, Tari Seblang, Tari Kebo-Keboan, dan masih banyak lagi kesenian budaya yang ada di daerah Banyuwangi.
2. Makanan Khas
Menu pedas kuliner asli Banyuwangi, Jawa Timur ini memiliki arti kata
dari kata Sego yang berarti Nasi, dan Tempong yang berarti pukulan pada pipi (tamparan). Nama ini
ber-konotasi bahwa rasa dari menu ini sangatlah pedas hingga rasanya sangat
panas di mulut sampai-sampai orang yang mengkonsumsinya apabila ke-pedesan akan berekspresi seperti orang yang kena tampar.
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan makanan ini mulai dikenal oleh
masyarakat Banyuwangi. Yang pasti, sejak dahulu
makanan ini telah populer dikalangan wong Osing (suku asli Banyuwangi). Yang bisa dibuktikan dengan keberadaan
warung-warung nasi di Banyuwangi yang menyediakan menu tersebut. Sego Tempong
ini, merupakan makanan yang identik dengan rasa sambalnya yang sangat pedas dan
enak. Dulunya Sego Tempong hanyalah terdiri dari nasi, sambal tempong, tahu, tempe, dan kulupan sayur.
Akan tetapi, dari waktu ke waktu improvisasi terhadap isi dari Sego Tempong
sendiri mulai terlihat. Banyak sekali warung-warung
makan maupun restoran di Banyuwangi yang menyediakan Sego Tempong dengan lauk
pauk yang bervariasi. Misalnya, ada yang menyajikan Sego Tempong dengan
tambahan telur dadar, daging ayam, sate telor puyuh, gerang (ikan laut yang
dikeringkan), ikan goreng, dan atau goreng-gorengan lainnya. Kulupan pun dalam
Sego Tempong kini juga memiliki varian, ada yang menggunakan kulupan kangkung, terung, toge, kubis, atau daun
pepaya. Variasi-variasi ini digunakan sesuai dengan selera penikmat Sego
Tempong masing-masing. Yang terpenting adalah rasa sambal yang pedas tiada tara
dan rasanya yang khas. Resep dan rahasia asli dari Sambal Tempong, adalah
berada pada beberapa rempah penguat cita rasa dari sambalnya yang pedas, gurih,
segar, dan membuat penikmatnya ketagihan dan selalu ingin lagi, lagi, dan lagi untuk menambah Sego
Tempongnya
3. Ciri Khas
Salah satu ciri khas budaya Banyuwangi yaitu bahasa Osing.
Bahasa
Osing adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat Banyuwangi
di ujung timur pulau Jawa (Jawa Timur). Kata Osing berasal dari kata tusing
dalam bahasa Bali, yang berarti tidak.
Penduduk
asli Banyuwangi biasa disebut Lare Using atau Wong Osing. Penutur
Bahasa Jawa-Osing ini tersebar terutama di wilayah tengah Kabupaten Banyuwangi,
terutama kecamatan-kecamatan: Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Glagah, Kalipuro,
Srono, Cluring, Giri, Gambiran, Singojuruh, Genteng, Licin.
Sedangkan
wilayah lainnya adalah wilayah tutur campuran baik Bahasa Jawa ataupun Bahasa
Madura. Selain di Banyuwangi, penutur bahasa ini juga dapat dijumpai di wilayah
kabupaten Jember, terutama di Dusun Krajan Timur, Desa Glundengan, Kecamatan
Wuluhan, Jember. Namun dialek Osing di wilayah Jember ini telah banyak
terpengaruh bahasa Jawa dan Madura disamping dikarenakan keterisolasiannya dari
daerah Osing di Banyuwangi.
Pada
akhiran kalimat, huruf hidup akan terbaca seperti ini:
- (u) menjadi (au)
- (i) menjadi (ai)
- (o) menjadi (ao)
- (e) menjadi (ae)
- (oo) menjadi (aoo)
Sedang
dalam kata :
- biru terbaca (birAu)
- gedhigi terbaca (gedhigAi) =
begini
- soto terbaca (sotAoo)
- sore dhadi (sorAe)
- milo dhadi (milAo)
Sedangkan
huruf bA, gA, dA, nA, mA ada penambahan ya
:
- (bA) jadi (byA) = embah terbaca
embyah
- (gA) jadi (gyA) = gadung
terbaca gyadung
- (dA) jadi (dyA) = dedari
terbaca dedyari
Kalimat :
- Banyuwangi terlafal
(ByAnyuwangAi)
- Kembang gadhung terbaca
(kembyAng gyAdong)
- Dhayuh terbaca (DyAyoh)
- Omah terbaca (UmyAh)
- Uwak terbaca (uyyA')
- Nonah terbaca (nonyAh)
- Embah terbaca (embyAh)
Selain
itu, ada ciri khas lainnya dari bahasa atawa dialek Osing ini yang aneh...untuk
kata "tidak" mereka menggunakan kata sing dan itu banyak
terpengaruh bahasa sekitarnya, seperti misalnya Bahasa Bali atau kawi
- bojog : monyet
- Jerangkong : Setan
- siro : sama dengan di Cirebon dan Indramayu yang berarti
kamu
- isun : aku, dan masuk bahasa Kasar
- ring, nong : di
- nono : tidak ada
- sawi : singkong. Hati-hati kalau beli sawi di Banyuwangi,
nanti dikasih singkong
- sawen: sawi
- Klendhi kabare? (terbaca : Klendhi kabyare?) : Apa kabar?
- Gelang alit (gelyang alit) :
cincin
- Uwak adhon (uyyak adhon) : Bibi, Bhulik
Kadang
dibalik Kabare klendhi? dan lafalnya menjadi : kabyAre klendAi?
- Ono paran? : Ada apa?, kata Paran di Banyuwangi artinya
"apa"
- Gedhigi (baca: gedigAi) : begini
- Gedhigu (baca : gedigAu) : begitu
Kosakata
berakar bahasa Inggris juga masuk dalam daftar kamus dialek Banyuwangi, karena
pada masa silam banyak Tuan Tanah Inggris, khususnya di Glenmore dan Kalibaru
yang akhirnya turut mempengaruhi kosakata setempat, nih contohnya :
- sulung (dari frasa so long) : duluan
- nagud (dari frasa no good) : jelek